Kamis, 17 September 2009

KHOTBAH HARI RAYA IDUL FITRI 1430 H / 2009 M


Oleh : Drs. H. KARDINAL. N. MM
(Ka. Kandepag Kab. Solok Selatan)

Minggu 20 September 2009 / 1 Syawal 1430 H
Disampaikan di halaman Kantor Bupati Solok Selatan

“RAMADHAN SEBAGAI PEMBENTUK JIWA SOSIAL”

Maha Besar Allah. Tiada Tuhan melainkan Allah, dan kepada-Nya tertuju segala puji dan syukur. Dia-lah yang menciptakan manusia dan segala makhluk di atas permukaan bumi ini, dan dia jugalah yang memberi rezki. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah buat Nabi Besar Muhammad SAW. Yang telah berjuang menyeru umatnya kejalan yang benar, yaitu jalan yang diridhai Allah SWT.
Jemaah ID yang berbahagia !
Tadi malam kita telah berpisah dengan bulan Ramadhan yang mubarrak, hari ini kita memasuki 1 Syawal yang penuh gembira, karena hari ini kita diwajibkan berbuka, dan dilarang berpuasa, begitu sunnah Illahi yang harus kita laksanakan.
Ibadah puasa Ramadhan yang telah kita laksanakan dengan Khusyuk dan disiplin, merupakan salah satu cara untuk mendekatkan hubungan batin antara Khaliq dengan makhluk-Nya.

“Wahai Tuhan Kami, terimalah shalat kami, dan puasa kami, dan semua amal ibadah kami, dengan Rahmat Engkau Ya Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang”.

Hari raya Idul Fitri datang silih berganti, dia datang menyertai kita tahun demi tahun, setiap dia datang di dapatinya kita dalam keadaan dan suasana berbeda-beda, dia dating disaat kita dalam keadaan kita sulit dan menderita, adakalanya di waktu lapang dan lega, sering pula ia datang di saat kita sedang menghadapi berbagai tantangan dan persoalan hidup yang tidak kunjung terpecahkan, karena kefakiran dan kemiskinan yang datang menghimpit dan menyesakkan hidup.
Walau dalam keadaan bagaimanapun, setiap dating Idul Fitri kita sambut dengan rasa Syukur, kita sambut dengan jalinan suci kalimat Takbir : Allahu Akbar, Tauhid : La Illaha Illallah, kalimat Tahmid memuji dan mensyukuri nikimat Allah, kesemuanya itu terpadu dalam suatu gema suara dan alunan perasaan kita semua mulai dari terbenam matahari di ufuk Barat pada akhir Ramadhan sampai terbit fajar di pagi hari. Dengan seruan dan alunan takbir memuji Ilahi, terasa hidup ini berarti, penuh gairah dan kasih sayang, hilang rasa susah lantaran kesemuanya itu telah kita raih.
Puasa yang dilaksanakan sebulan penuh merupakan manifestasi hidup untuk mengembalikan manusia mengenal dan menguasai dirinya, maka dengan ibadah puasa manusia mampu membina dan merehabilitasi cacat cela selaku virus yang merusak hidup yaitu “hawa dan pantang keren dahan, nafsu nan pantang kelintasan” yang menjadi sumber segala bencana hidup.
Hari raya Idul Fitri merupakan hari kebangkitan baru setelah berpuasa dan merupakan titik suci untuk memulai perjalanan panjang sebelas bulan mendatang. Perjalanan panjang yang dilalui, tanpa dibarengi dan dilandasi keimanan dan ketakwaan kepada Allah, akan dapat melahirkan kecemburuan sosial di dalam setiap aspek kehidupan, yang pada gilirannya semakin hari semakin lebar jurang pemisah di antara sesama manusia. Jurang pemisah tersebut adakalanya terjadi di dalam suku, setetangga, sekampung dan bahkan juga terjadi sekantor, dan lain-lain.
Kemudian bagi orang yang berpuasa ltidak saja target keshalehan individu yang dicapai, namun bila ditinjau dari sisi manapun, puasa merupakan ibadah yang membawa manfaat, baik bagi individu dan juga bagi social kemasyarakatan.
Kaum mulimin yang berbahagia
Allahu akbar 3X
Untuk menghadapi masa depan yang lebih baik ada beberapa hal yang perlu diperik dari hikmah Ramadhan, antara lain :

Pertama : Segi Keimanan
Puasa mengajarkan manusia merasakan rasa takut dan menimbulkan rasa malu terhadap Allah, akhirnya manusia akan terpacu untuk memelihara diri dalam segala hal; mau melangkah pelihara kaki, mau menjangkau pelihara tangan. Mau berbicara pelihara lidah, dan lain-lain.
Manakaha ia berada dalam kondisi yang mapan, baik kemapanan itu karena kemampuan intelektual, karena factor kekuasaan atau karena lmateri maka ia selalu ingat kepada Allah. Bila jadi penguasa misalnya, maka jadilah penguasa yang beriman, sehingga dengan iman yang amat pribadi dapat mengendalikan diri dari rasa takbur, ketahuilah bahwa fir’aun tenggelam disebabkan oleh karena kesombongannya. Orang bijak pernah berkata : “Dari pada memiliki satu orang teman yang arogan / sombong lebih baik berteman dengan 1000 orang musuh yang mahal”. Artinya : Orang sombong selalu melecehkan orang lain dan tidak mau menghargai pendapat kawan”.
Begitu juga menjadi orang kaya, maka jadilah orang kaya yang beriman sehingga dengan iman yang mantap kekayaan yang dimiliki dapat dinikmati oleh kaum dhuafa’. Dengan harta dia dapat bersedekah dan beramal shaleh.
Dan bagi orang berilmu pengetahuan, maka menjadilah orang yang berilmu yang beriman sehingga dengan iman yang kuat ilmu yang dimiliki akan bermakna dalam hidup, baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat serta sekaligus akan mengangkat derajat seseorang ketingkat yang mulia, sebagaimana firman Allah SWT, dalam surat Al-Mujadilah ayat 11, berbunyi :



“Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat….”

Apabila ilmu dilandasi dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah, maka Allah akan melimpahkan rahmat dan karunia kepada hamba-hambanya tersebut. Firman Allah, dalam Surat Al-A’raf ayat 96

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami), itu maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.

Untuk mengimbangi dan menumbuhkan stabilitas temperatur batin, peningkatan keimanan sangat diperlukan karena manusia bukan saja komplek tapi juga komplit, semakin tinggi status social semakin tinggi kwalitas keimanan dan semakin ganas hawa nafsu yang menggoda, malah banyak orang bisa melalui sesuatu dengan baik, tetapi sedikit yang mengakhirinya dengan baik, memulai dengan baik iitu penting, mengakhirinya dengan baik jauh lebih penting, maka tanpa semangat keimanan, kekuasaan hanya melahirkan tirani, kemampuan intelektual hanya akan menjauhkan manusia dari Allah, karena itu kekuatan ilmu pengetahuan dengan keimanan harus seimbang karena iman tanpa ilmu dibodohi, ilmu tanpa iman membodohi.
Kaum mulimin yang berbahagia
Allahu akbar 3X

Kedua : segi kebersamaan
Dewasa ini kita sedang dihadapkan kepada persoalan-persoalan kemanusiaan yang kian hari kian komplit, kekurangan pangan, pengangguran, pembunuhan tanpa balas kasih kejahatan narkotika, pornografi dan pornoaksi, masalah lingkungan hidup serta kemiskinan baik kemiskinan keimanan, ilmu ekonomi, ukhwah dan akhlak yang semuanya itu memerlukan pemecahan yang sangat serius.
Sebagai bangsa kita telah terikat dengan komitmen untuk bersatu nusa, satu bangsa dan satu bahasa, sebagai orang Minang kita punya komitmen dengan falsafah Adat Basandi Syarak-Syarak basandi Kitabullah (ABS-SBK), syarak mangato, adat mamakai dan sebagai muslim kita telah terikat dengan nilai-nilai akidah, 14 abad yang lalu sebelum Amerika mencanangkan apa yang dibanggakan sebagai Declaration Independen.. Rasulullah telah mencanangkan cikal bakal pemikiran Demokrasi, ketika beliau bersabda :

Seluruh manusia berasal dari Nabi Adam, Adam Berasal dari tanah, tidak ada kelebihan Arab dengan yang bukan Arab kecuali takwanya”.

Sudah lewat masanya kita berkotak-kotak, karena hal kecil yang tidak prinsip, sudah dating waktunya kita menyusun staf yang lurus, oleh karena tantangan dan tugas yang akan kita hadapi kjauh lebih kuat dari masa yang sudah kita lalui, tidak ada kemenangan tanpa kekuatan, tidak ada kekuatan tanpa persatuan dan kesatuan.
Berbeda pendapat adalah hal yang wajar, tapi berpecah belah adalah hal yang merugikan, maka persamaanlah yang harus di cari, bukan perbedaan yang harus diperbesar. Justru apabila kita rukun, kompak dan bersatu, maka yakinlah kita akan bisa berbuat banyak. Tetapi sebaliknya, kalau kita centang perenang dan saling menyalahkan bersiaplah untuk menghadapi kegagalan.
Islam senantiasa menganjurkan bahwa orang-orang yang beriman itu bersaudara, maka saling berdamailah di antara sesama manusia. Sebagai mana firman Allah dalam Surat Al-Hujarat ayat 10 :

“Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”.

Sekalipun Allah telah menawarklan orang yang beriman, agar selalu mengikat persaudaraan sehingga tercipta kehidupan yang rukun dan damai. Namun di sisi lain ikatan persaudaraan itu seringkali terputus, sehingga ukhuwah Islamiah menjadi lumpuh, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Dengki atau iri hati, prasangka sesama manusia (su’uzhzhan)
Firman Allah dalam surat Al-Hujarat ayat 12 :

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa….”

2. Cinta Dunia
Firman Allah dalam surat Al-Hujarat ayat 12, sebagai berikut :

“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan kedua itu hanyalah permainan dan suatu yang melainkan….”

Ayat lain, surat Al-Anfal : 28, yang artinya :

“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah ksebagai cobaan dan sesungguhnya disisi Allahlah pahala yang besar”.

3. Suka Berbantah-bantahan
Firman Allah dalam surat Al-Anfal ayat 46, berbunyi :

“Dan Ikutilah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
Hari raya Idul Fitri adalah merupakan hari kembalinya kepada kesucian diri, sehingga dengan kesucian yang dimiliki, seseorang akan mampu berbuat yang indah, benar dan baik.
• Menmcari yang indah melahirkan seni;
• Mencari yang benar menghasilkan ilmu ;
• Mencari yang baik menumbuhkan etika.
Dengan yang indah, benar dan baik itu kita akan sanggup menutupi kesalahan, kejelekan dan keburukan orang lain. Jika terjadi suatu perselisihan diantara sesama manusia, Allah tidak intervensi (memaksa) kita untuk sering memaafkan, tetapi Allah hanya menawarkan kepada kita atau orang teraniaya untuk memaafkan kesalahan orang lain dengan menjanjikan kebahagiaan dihari kelak.
Ketika Rasulullah bertanya kepada malaikat Jibril as :

“Hai Jibril : Apa itu ‘Aff? Nabi menjawab : Sesungguhnya : Allah menyusuhm untuk memaafkan orang yang menzhalimimu, menyambung hubungan dengan orang yang memutuskannya dan memberi makan orang yang kikir kepadamu”.

Kemudian, bila berbicara masalah ritual agama tentu seharusnya dapat mencerminkan nilai-nilai yang baik dan mulia. Namun sebaliknya, ritual agama sela,ma ini kita harus jujur mengakui masih banyak diantara kita yang dalam melaksanakan perintah agama terjebak dalam rutinitas ritual perintah itu semata, perintah yang dilaksanakan tersebut hanya asal untuk menggugurkan kewajiban, akibatnya kita tidak heran kalau ada orang shalatnya rajin, maksiatnyapun tekun, puasanya taat dan lengkap untuk melatih kesabaran tapi sehabis ramadhan rakusnya tidak kepalang tanggung.
Sementara konsep agama melahirkan bias budaya. Satu contoh ringkas : “Pada saat agama mengajarkan Tutuplah Auratmu, agama telah memberikan isyarat : “Hai umat Islam! Kamu harus punya kindustri ktekstil.” Pada saat Islam mengajarkan kebersihan, “Jagalah Kebersihan, kebersihan adalah sebagian dari pada iman,” maka agama telah memberikan isyarat; : Kuasai teknologi canggih, dirikan pabrik deterjen.
Sekalipun konsep Al-Qur’an telah mendidik umat Islam agar tidak bodoh, namun fakta berkata hamper seluruh bias budaya dimanfaatkan oleh umat Islam, dikuasai oleh pihak non Islam.
Kaum mulimin yang berbahagia
Allahu akbar 3X

Ketiga : Segi Sosial
Puasa mengajarkan setia kawan, lapar sama lapar dan haga sama dahaga, rasa lapas dan dahaga menggugah kepedulian nasib para dhuafa’ pada mereka yang tidak punya apa-apa, sifat individualisme yang sering menjadi penghambat terwujudnya keadilan, dengan puasa akan terkikis sedikit demi sedikit.
Dalam islam orang hanya memang diperintahkan membantu yang miskin, tetapi juga dalam islam orang miskin dianjurkan berusaha agar jangan hidup menjadi beban orang lain.
Sebagai makhluk social, Islam mengingkatkan bahwa di dalam nikmat kekayaan yang kita miliki, terdapat sebagian milik orang lain. Islam mengakui hak individu, tetapi di dalam hak individu itu ada nilai sosialnya sesama umat manusia.
Sebagai realisasi rasa syukur atas nikmat Allah yang kita peroleh dan sekaligus ikut memerangi musuh utama Islam yaitu kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan, maka Allah relah mewajibkan membayar zakat serta tanpa mengabaikan kewajiban membayar pajak.
Zakat merupakan kewajiban yang ditetapkan berdasarkan syari’at agama. Sebagai manifestasi dari sifat taat dan taqwa kepada Allah, sedangkan pajak merupakan manifestasi dari tanggung jawab sebagai warga negara yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang. Untuk itu, disamping ketaatan kepada Allah dan Rasulnya, umat Islam wajib mematuhi ketetapan pemerintah, sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 59:

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulul amri diantara kamu…”.

Bila kita cermati ayat di atas, tergambar bagi kita bahwa ketaatan kepada Allah dan ketaatan kepada Rasul-Nya harus sejalan. Di samping itu, kita juga dituntut untuk patuh dan taat kepada pemimpin (Ulul Amri) sepanjang pemimpin atau penguasa itu taat, patuh dan tunduk kepada peraturan Allah dan Rasul-Nya. Tetapi sebaliknya, bila pemimpinnya tidak berjalan sesuai dengan tuntutan dan aturan Allah dan Rasulnya, maka rakyat wajib untuk tidak taat.
Ketika khalifah Ali Bin Abi Thalib melantik Malik Bin Abi Harits sebagai Gubernur Mesir Tahun 38 H. beliay memberikan untaian nasehat, rasanya tidak salah jika untaian nasehat itu kita napak tilaskan kembali bagi yang sedang menggenggam amanah Allah dan amanah rakyat sebagai pejabat, birokat dan wakil rakyat saat ini, antara lain :
• Wahai Gubernur! Rakyat akan mengkritikmu seperti kamu mengkritik mereka, rakyat akan menguji tindakan dan tingkah lakumu dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sesungguhnya orang-orang jadi baik, ngetop dan ngetrend diluwakan oleh rakyat banyak dan bukan oleh orang dekat alias konco-konco pelangkinmu.
• Kendalikan hawa nafsumu dan tekanlah hatimu dari berbuat sesuatu yang kadang bententangan dengan hati nuranimu, asah dan asuhlah kalbumu untuk dekat dan akrab dengan rakyat kecil, soalnya ia telah banyak berkorban untuk mu, janganlah berdiri apalagi bertanya di atas penderitaan mereka, seperti berdirinya seekor serigala yang ingin menerkam anak kambing hutan yang tidak berdaya.
Agar gubernur malik mampu meraup legitimasi moral dari publik, kalifah Ali berfatwa : Ada dua rakyat kamu hadapi : Pertama, saudara satu agama dan satu aqidah dan kedua, saudara sesama makhluk Allah.
Sewaktu-waktu mereka bisa saja bersalah, sengaja atau tidak, jangan ada secercah dendam kesumat bertengger di hatimu, tapi keluarkanlah maafmu sebagaimana Allah mengulurkan ampunan-Nya kepadamu, sebab mereka berteduh di bawah payungmu, sedangkan kamu berlindung di bawah imanmu dan Allah berada di atas dia yang mengantarkan kamu ke posisi gubernur.
Untuk menghindari diri supaya jangan terperangkap ke dalam lorong-lorong arogansi kekuasaan, khalifah Ali menyampaikan nasehat; “Wahai Gubernur!, janganlah menempatkan dirimu menentang kekuasaan Allah, pasalnya kamu tidak mempunyai kekuasaan dihadapan kebesaran dan kekuasaan-Nya, kamu tidak dapat berbuat apa-apa tanpa kasih saying-Nya, jangan menyesal karena memaafkan, dan jangan menaruh hiba / kasihan karena menghukum, jangan bertindak tergesa-gesa kalau kamu sedang digerogoti emosional, jangan berucap “Saya kini menggenggam kekuasaan, karena itu saya harus dipatuhi karena saya memerintah”. Ketahuilah kondisi semacam itu akan menimbulkan kebingungan dalam hati, melemahkan ghairah dan dapat menggiring orang pada ambang kehancuran, andaikan kekuasaan membuat sedikit rasa sombong, sangkah dan angkuh di hatimu.
Bersegeralah memohon ampun terhadap kesalahan-kesalahan yang diperbuat, tidak ada satupun yang berkuasa menghilangkan kesalahan itu selain dari Allah SWT. Berbuat adillah karena Allah dengan berbuat adil karena rakyatmu, kendati kadang bertentangan dengan kepentinganmu dan kepentingan orang yang dekat denganmu, jika kamu tidak berbuat adil, itu namanya kamu menjadi penindas, bila kamu terjebak dalam pola menindih dan menggilas bukan saja makhluk, Allah akan menjauhimu dan Allahpun akan menjadi musuh-musuhmu, bila sudah begitu cepat atau lambat Dia akan menghancur luluhkan hidupmu, karena Allah senantiasa mendengarkan do’a dan jeritan hati orang yang tertindas.
Jika datang sebuah bisikan kepadamu, yang disampaikan oleh sahabat dekatmu atau pihak lain, sedangkan bisikkan itu belum tentu pasti kebenarannya, konsekwensi bisikkan dari sahabatmu akan membawa petaka kepada orang-orang tertentu, sebaiknyalah menyigi secara arif dan bijaksana.
Bila jabatan yang sedang diemban, dilaksanakan sesuai dengan amanah Allah dan amanah rakyat, maka akan terwujudlah negeri yang damai, masyarakat yanmg rukun dan tanah yang subur, dalam artian “baldatun tayyibatun wa rabbul ghafur”. Amin ya rabbal’alamin …(mil)

By : donicomp.